Novel Oryzaee Kun Fayakun Cinta

((( Sebelumnya ))) ((( sambungan 2 )))
"namanya juga musibah buk, ya bisa dong kan kunfayakun... hhh"
"kamu ini udah begini juga masih becanda, ayo ibu urut setelah itu istirahat" kata ibu dengan ekspresi paniknya dan aku menganggukan kepala dan senyumku.
Keesokan harinya aku absen ke kampus soalnya kesleoku masih terlalu sakit untuk digunakan berjalan. Deva Devi datang kerumah untuk melihat keadaanku. Dan yang membuatku kesal dengan mereka, bukannya menengokku dulu malah kedapur cari makanan. Begitulah mereka sudah ku anggap seperti saudara sendiri, orang tuaku juga sudah akrab dengan mereka.
"Ca! Kok bisa si sampe gitu... makanya kalo jalan jangan mikirin kak Fikri, jadi gitu kan"
"hey!... kamu tu ya Vi sotoi, siapa yang mikirin kak Fikri, kalau kamu mungkin iya .... hem" kata ku membantah dengan senyum dan menggelengkan kepala ku, melihat tingkah Devi.
"Ca, tadi kita ketemu kak Fikri Dia nanyain kamu" "ooh gitu " jawabku santai sambil meneruskan melihat majalahku.
"dia nanyain kamu" tambah Devi dengan nada yang sepertinya kesal.
"emm... " jawabku dengan ekspresi datar, ya mau gmana lagi memang hnya seperti itu.
"ach Ecca!... santai amat si jawabnya harusnyakan kamu kaget, gembira, seneng, loncat-loncat" jawab Deva dengan gaya alaynya sambil makan cupcake buatan ibuku.
"hhh... kenapa harus segitunya... itukan kalian... hhh, ya mungkin kebetulan aja tannya gitu, secara biasanya akukan bareng kalian... ya kan?"
"ya iya si tapikan, sorot matanya saat mengucap namamu tu seperti ada sesuatu yang tersimpan " dengan gaya ekspresi dramatis Devi.
"hemmm, mulai dech... dari pada ngomongin yang gak jelas temenin aku jalan yok, biyar kakiku nggak kaku biar besok bisa masuk, bosen dirumah..." pintaku dibarengi dengan uluran tangan Deva Devi yang siap mengawal dan menuntunku. Masih cukup sulit kakiku untuk berjalan sendiri. Kami keluar rumah menuju taman depan rumahku.
"hey! Masih sakit? Harusnya buat istirahat dulu" suara yang mengejutkan kami, serentak kami menoleh kearah suara itu. David yang ternyata tinggal tepat didepan rumahku, nggak tau dari kapan soalnya aku baru liat dia kemaren, mungkin karna aku kurang peka jadi gak tau juga.
"hey! Masih si, tapi harus di buat jalan biar cepet pulih kalau nggak gini...
kapan sembuhnya"
jawabku dengan ekspresi tersenyum, dan melihat Deva Devi yang melongo keheranan melihat David dan aku mengobrol.
"oh iya, kenalin ini Deva dan Devi temenku"ucapku membuyarkan lamunan mereka.
"oh hay! David" dengan menyalami tangan Deva dan Devi
"ok, kalo gitu aku mau keliling dulu cari-cari objek, ati-ati ya Ca cepet sembuh... daaa" melambaikan tangannya.
"ya, amin... ati-ati juga ya daa" balasku, David beranjak pergi dan aku meneruskan menggerakkan kakiku
"Ecca!! Gantengggggg B.G.T.., kamu kok nggak bilang si ada pangeran seganteng itu disini, tau gitu tiap hari aku kesini terus" ekspresi dan bahasa alay Deva Devi muncul.
"ihh, kalian tu nggak bisa liat orang bening dikit... aku aja baru kenal kemarin, itupun ayahku yang ngenalin... udah dech gak usah alay bantuin aku jalan ni" dengan ekspresi cemberut mereka menuntunku lagi, karna merasa cukup untuk hari ini kami kembali ke rumahku.
"Ca, pulang dulu ya, tante kita pulang ya... besok kesini lagi dech!"
"ya, ati-ati nak" jawab Ibu dari aarah dapur.
"Ca besok kita kesini lagi nggak usah sedih"
"siapa yang sedih... PD, alhamdulillah malah nggak ngabisin makanan lagi... hem" senyumku meledek mereka
"hhhhh tau aja,ok! Daaa Ca!"
"daaa!" kataku membalas lambaian mereka dan berjalan menjauh.
Tiba-tiba hp ku berdering, panggilan nomor yang tak ku kenal
"assalamualaikum, siapa ya?"
" waalaikumsalam! Ca, ini aku Fikri"
"oow, kak Fikri, ya adapa kak?"
"nggak, Cuma pengen tau keadaan kamu aja, katanya kamu sakit sampe nggak masuk tadi"
"eem, alhamdulillah udah mendingan kak, nggak sakit Cuma sedikit kesleo kemarin, tpi udah nggak pa-pa kok, pasti Deva Devi ya yang obral"
"hahaha... obral emang obat di obral, iya tadi kebetulan ketemu mereka, heran juga biyasanya kalian selalu bertiga kok tumben ilang satu" suaranya dengan nada ketawanya
"eem gitu, iya kebetulan belum bisa buat masuk, insya allah mungkin besok bisa"
"amin, tapi kalau memang belum pulih mending buat istirahat dulu aja, ya udah kok malah ganggu kamu ni istirahat gih biar cepet sembuh...
selamat malam Ca... aslamualaikum"
"iya kak, walaikum salam" kutup telfonnya dan entah mengapa aku senyum-senyum sendiri dan terbayang-bayang wajah kak Fikri, perhatian banget dia. ach tapi bukanlah, mungkin hanya karna baru sekali di telfon senior jadi gini rasanya. Aku berbaring dan memejamkan mataku.
Esoknya kakiku masih terasa nyeri, tapi hari ini ada ulangan jadi harus kekampus. Terpaksa aku menerima tawaran Ayah untuk mengantarku kekampus tapi baru setengah jalan mobilnya mogok. Takut telat aku mencoba mencari bus tapi nggak ada satupun bus lewat, aneh banget biasanya banyak banget kalo dibutuhin malah kosong hah menyebalkan. Tiba-tiba ada mobil Jeep biru yang setengah di modif berhenti di depan mobil kami, aku perhatikan sosok yang turun dari mobil ternyata David.
"mobilnya kenpa om?"
"nggak tau ni Vid, tiba-tiba mogok"
"mungkin bisa saya bantu om!"
" ya tentu, bisa kamu bantu om... tolong antarkan Ecca kekampus takut telat nanti, biar om panggil tukang bengkel untuk kesini"
"oow gitu, tapi om nggak pa-pa di sini sendiri"
" ya nggak pa-pa, udah sana Ca berangkat biar David yang antar keburu telat" pinta ayah tegas. Gimana lagi dari pada telat aku langsung setuju saja. Ku cium tangan Ayah dan beranjak berjalan menuju mobil David. Mungkin kasian melihatku sulit untuk berjalan menahan rasa sakit kaki ku, tiba-tiba David merangkul bahuku dan memengang tanganku, menuntunku masuk ke mobilnya. Aku yang kaget langsung melihat kearahnya dan dia membalas dengan senyumnya, dia membukakan pintu dan menyuruhku masuk dan apa ini tiba-tiba ada rasa berbeda di dadaku, ya Tuhan jantungku mulai tak beraturan dan wajahku mulai memanas.
"ma-makasi" ucapku terbatah-batah karna kaget campur gugup, dia tersenyum dan anggukan kepalanya.
Setelah beberapa menit di dalam mobil tampak sunyi tanpa suara, hanya suara mesin mobil yang terdengar menderu, akhirnya David memecah kesunyian ini.
" kuliah ambil jurusan apa Ca?"
"kebetulan aku ambil Seni"
"waw, orang Seni juga to" ledeknya
"hhh... ya bisa dibilang gitu, dari dulu suka gambar-gambar sampe sekarang jadi aku milih Seni "
"oow gitu, bagus dong aku bisa konsultasi masalah gambar-gambar desain ke kamu donk...heheh"
"emm ya... boleh juga, tapi aku pasang tarif ya..heheh"candakku
"hhh... sama tetangga masak pasang tarif" dengan tawanya
"hhh, oh ya sejak kapan kamu tinggal di dekat rumahku? ... aku baru liat kamu kemarin?"
"emm... sebenarnya udah lama aku di sana udah hampir dua minggu, masak si baru liat... aku sering liat kamu loo, berarti kamu kurang peka sama lingkungnmu sendiri sampe ada tetangga barupun nggak tau,,, hhh" ledeknya. Aku hanya bisa tersenyum malu, karna memang mungkin benar katanya aku kurang peka dengan lingkunganku sendiri, haduh betapa malunya aku seakan kartu AS ku sudah di bukanya.
"iya, kali ya... hhh, eh udah sampai ini kampusku"
"ok... boleh juga"
"ya udah, makasi ya Vid maaf jadi ngrepotin, aku masuk kampus ya" dengan mencoba membuka pintu mobil
"eh tunggu!" susar David mencegah, aku menoleh kearah David. Dia keluar mobil dan berlari kearah pintu mobil bagianku dan membukakan pintu untukku membantuku ku turun .
"aku anter sampai kelas kamu ya, kayaknya kamu masih sulit jalan sendiri"
"tapikan... kamu-"
"uadah deh nggak pa-pa" putusnya
" Ecca!" suara Deva Devi yang membuat kami serentak menoleh kearah meraka.
"hey! Kebetulan ada mereka jadi mendingan kamu langsung pulang aja, makasi ya Vid"
"oh iya kebetulan... ok kalo gitu aku pulang dulu, sama-sama baik-baik ya
Ca" dengan mengelus kepalaku, Ku balas dengan senyum heran dan terpesona karna baru kali ini ada yang mengelus kepalaku selain Ayah dan Ibu, dan lagi-lagi jantungku berdegup lebih kencang.
Deva Devi menghampiriku dan merangkulku kami berdiri menunggu mobil David pergi.
"cieeeee, punya Driver baru nih?" ledek Devi.
"ih apaan si, udah yok bantu aku jalan udah telat ni" kami beranjak menuju kelas.
"kantin yuk! laperni" aku hanya bisa tersenyum heran dengan ucapan Deva. Gitu deh dia paling jago kalo masalah makan.
"dasar, baru jam segini udah laper, kapan mau kurus tu badan?...heem" ledekku sambil senyum-senyum disambut dengan tawa lepas kami. Kami menuruti permintaan nyonya Deva kami jalan kekantin, walaupun mereka Alay, Lebay, Kepo, dan paling heboh, Tapi aku bersyukur punya sahabat sebaik dan seperhatian mereka, mereka yang slalu ada saat aku butuh,
saat aku sedih, saat bahagia, tempat aku berbagi. Mereka bagaikan keluarga atau bahkan lebih dari saudara kandung.
Kelas hari ini selesai, waktunya untuk pulang. Matahari juga udah mulai mau tidur, secara udah jam lima sore. Kelasku hari ini emang kebetulan full, cukuplah untuk menambah rasa lelahku selagi nyeri kaki ini belum hilang total.
"ok! Aku pulang ya tu ayah udah nunggu di depan, aku coba jalan sendiri aja ya biar nggak manja... hhh... makasi ya Va Vi"
"ok! Sami-sami nduk...ati-ati ya...daaa" sembari mereka tersenyum, kusambut juga dengan senyuman geli mendengar bahasa khas mereka keluar.
"daaa".
Saat mobil Ayah mulai melaju, Aku menengok kearah Deva Devi yang masih berdiri menungguku pergi.
Aku melihat kak Fikri menghampiri mereka dan melihat Deva Devi bercakap dengannya, sesekali menunjuk-nunjuk ke arah laju mobil Ayah. Aneh juga si tapi mungkin hanya prasangku saja.
Usai makan malam aku membaringkan tubuhku di kasur, walaupun nggak sehat abis makan langsung tidur, tapi tak apalah sesekali ini rasanya capek banget hari ini. HP ku berdering Devi yang menelfonku.
"asalamualaikum.... kenapa buk Devi?" candaku
" hhh... waalaikum salam... Ca tadi kamu di cariin kak Fikri... "
"heem!.... emang kenapa? " kaget ku,
"ya byasa aja kalik... nggak tau katanya si ada yang mau dia omongin...
Ca kayaknya dia mau..."
"mau apa?"potongku
"hhh mau nembak kamu kalik... soalnya akhir-akhir ini kayaknya dia sering nyariin kamu, tanya-tanya tentang kamu, dan diam-diam curi-curi pandang sama kamu... mungkin dia jatuh cinta pada mu...hhh"
"hust! Ngacok dech kalo ngomong... mungkin ada sesuatu yang lain yang mau dia omongin"
"lo siapa tau... emang kamu nggak ngrasa aneh ya, bisa dilihat kalik dari cara dia ngomong, mandang kamu dan bahasa tubuhnya juga... kamu tu nggak peka si"
"ya mugkin iya... aku juga ngrasa aneh si Vi, akhir-akhir ini kak Fikri tingkahnya aneh, tapi mungkin karna aku juniornya jadi mencoba buat deketin ngasi-ngasi info"
"ya tuhanku Ecca!... kamu tu kalo masalah mapel si ok! jagonya, tapi kalo masalah ginian, ya Allah oon B.G.T"
"ya terus aku harus gimana dong, aku juga nggak mau mikirin gituan dulu ach, kamu kan tau aku pengen fokus kuliah dulu aja, capek tau sekolah terus...emang kamu nggak capek?"
"ya... ok-ok aku setuju, tapi nggak ada salahnya kan sedikit kamu buka hati untuk cowok, lagian aku yakin masalah cowok nggak akan buat kamu down"
"ya kita lihat aja nanti nunggu kunfayakun dari Allah... bener nggak...hhh"
"ach kamu tu nggak bisa di ajak srius"
"hhh... ya kan biar nggak cepet tua... srius-srius nanti setres lo"
"Ca... ibuk masuk ya" suara ibu mengetuk pintu kamarku.
"eh udah dulu ya ada ibuk... daaa"
"ok... daaa".
"sini ibu urut kakimu biar nggak kaku" kusambut dengan senyum lembut ku
"nduk... tadi David kesini, nanyain kamu tapi pas kamu belum pulang"
"nanyain? emang kenapa bu?" tanyaku menujukkan ekspresi heran dan penasaran.
"katanya si mau ngajak kamu ke tempat neneknya"
"haaa... ngapain baru juga kenal... udah main ngajak-ngajak aja"
"aduh jangan suudzon gitu ach, dia tu mau ngjak kamu kesana karna kebetulan neneknya tukang urut siapa tau bisa bantu kamu... gitu, lagian ibu liat David baik kok jadi nggak mungkin dia macem-macem, ibu percaya sama dia walapun baru ibu kenal, tapi ibu merasa dia itu... ya baiklah.."
"eem gitu"
"tapi kalo kamu nggak mau ya nggak pa-pa" aku melihat ibu, sembari berfikir ada baiknya juga aku menrima tawaran itu, dari pada harus pake perban terus yang nggak jelas kapan bisa hilang ni nyeri kaki.
"eem... iya dech bu aku mau... tapi di temenin sama Deva Devi ya, masak cuma berdua sama David kan nggak enak"
"hem... alhamdulillah, iya mungkin itu lebih baik... kalo gitu ibu akan siapkan baju ganti kamu. karna mungkin harus nginep... soalnya rumah neneknya agak jauh dari sini tepatnya di daerah pegunungan "
"wahhh... enak ni bisa sambil liburan"
"ya... lagian udah lama kamu nggak liburan, ya sudah kamu hubungi Deva Devi, ibu akan memberi tahu David"
"ok bu" jawabku dengan senyum dan menyambut ciuman di keningku dari Ibu. Aku memberi kabar Deva Devi, dan jawabnya mereka nggak akan pernah nolak kalo masalah liburan.
Setelah subuh kami mulai perjalan di perjalanan kami berbincang- bincanng kesana kemari, walaupun baru kenal David bebrapa hari tapi kami cepat akrab seperti sudah lama kenal dan nyambung juga saat berbincang. Karena suasana jalan yang pemandangan dan aroma tumbuh-tumbuhan pemandangan kebun teh yang menyejukan, perjalanan yang begitu jauh. Aku tengok Deva Devi yang sukses dengan pose mereka siap membuat peta masing-masing (tidur). Sesekali aku melihat David yang fokus menyetir, sedangkan aku sibuk melihat sekeliling memanjakan mata melihat panorama yang sayang untuk dilewatkan.
"oh iya, apa kamu dulu juga tinggal di desa nenekmu Vid?" tanyaku memecah keheningan.
"eem... iya dulu waktu umur tujuh tahun sampe SMP aku tinggal sama nenek, soalnya orang tuaku lagi sibuk-sibuknya ngurusin usaha mereka jadi aku di titipin ke nenek"
"eem gitu... enak ya bisa tiap hari hirup udara sesegar ini"
"ya gitu dech... makanya kalo lagi kangen aku sering kesini itung-itung cari udara sehat yang gak kita dapet di kota"
"iya ya... kapan-kapan boleh dong ikut kesini lagi hhhh"
"boleh, tapi aku pasang tarif ya...hhh"
"hem, balas dendam ni critanya" di sambut dengan tawa kami.
Kalo dipikir-pikir David asik juga orangnya, walupun dilihat dari materi lebih dari cukup tapi tampilannya sederhana nggak neko-neko. Lucu juga si, ah apa si kok jadi mikirin dia.
"Ca... bangun udah sampe" pelan membuka mata, mungkin karna kecapean sampe nggak nyadar aku ketiduran. Saat ku buka lebar mataku, betapa terkagumnya aku saat melihat panorama gunung yang sanagat indah. Gungung dedepanku menjulang tinggi seakan bisa cepat kujangkau, suasana desa yang ramai dan penduduknya yang ramah. Kami berjalan menuju rumah kayu yang sederhana, rapi, dan lumayan luas. Nenek David menyambut kami di pelataran rumahnya. Beliau mengikatku dengan alrmarhum nenekku, dengan busana kebaya khas jawanya yang ia kenakan dengan sanggul rambutnya dan kelihatan sangat ramah sekali menyambut kami, mungkin usianya sekitar 80an.
"Alhamdulillah, wes tekan putu-putuku ayo-ayo ngger ndang mlebu, nenek udah buatin makanan kalian makan dulu pasti laperkan"
"iya nek, tapi David mandi dulu dech"
"oow ngono, yo wes rono-rono"
"Ca, kenapa kok bengong?"
"eem nggak, lagi mikir aja putu-putu apa si? bukannya makanan semacem kue kukus itu ya?" dengan polosnya aku tanya dan sontak membuat Deva, Devi dan David ketawa geli yang membuatku bingung memang ada yang aneh dengan pertanyaankku.
"ya ampyun Ecca!... jadi dari tadi kamu bengong tu karna nggak tau maksud ucapan si nenek, ngomong dong sama aku, putu itu artinya cucu, bukan kue sayang" jawab Devi masih terus tertawa memandangku.
"oow, maaf aku kan nggak tau" dengan memancarkan ekspresi malu ku.
"ya udah aku mau mandi dulu, oh ya kamar kalian ada di ujung sana mentok terus belok kiri, walau sederhana semoga kalian betah ya"
"ya, makasi Vid" jawab Devi. Kami berjalan menuju kamar yang di arahkan David. Kamar yang sederhana tapi menyenangkan, ada satu jendela yang cukup besar terbuat dari kayu dengan sela-sela untuk ventilasi yang saat di buka akan terlihat pemandangan persawahan, kebun-kebun milik warga dan tampak jelas bukit-bukit yang indah.
"Ca, David baik juga ya" kata Devi
"iya, udah baik, sopan, sederhana, perhatian, ganteng lagi" saut Deva
"ya alhamdulillah, tambah lagi satu sahabat baik kita kiriman kunfayakun dari Allah" ku jawab pertanyaan mereka dengan santai.
"took...took...toook!" suara ketukan pintu kamar kami
"Ca... kalo udah siap ayo kita makan bareng, nenek udah nyiapin makanan"
"iya, kita nyusul" ternyata David. Kami beranjak keluar kamar, dengan sabar Deva dan Devi menuntunku kearah meja makan. Sebenarnya aku mau tiduran saja, nggak tahan nahan nyeri kakiku kalo jalan. Tapi nggak enak harus menolak permintaan David dan neneknya.
"aduh-aduh kasian sekali cucuku yang satu ini, ayo nduk di makan dulu setelah itu nenek akan buatkan ramuan dan nenek pijat kakimu di jamin cespleng" kata nenek David dengan bangga yang ku balas dengan senyuman dan tawa kami.
Setelah makan aku kembali kekamar, sedangkan Deva, Devi dan David mereka pergi jalan-jalan keliling kampung. Sebenernya pengen ikut, tapi kakiku nggak bersahabat banget.
"took...took....toook!.... nduk ini nenek"
"iya nek... masuk saja"
"nenek sudah buatkan ramuannya, sini kakinya nenek urutin" dengan aroma ramuan yang cukup membuat mual.
"memang baunya nggak enak tapi kasiatnya wahh, kalah sama obat-obat jaman sekarang" ternyata nenek tau apa yang aku pikirkan.
"awwww.... sakit-sakit nek"
"ndak papa Cuma sebentar, untung cepat dibawa kesini kalo nggak kan bahaya, sekarang memang sakit tapi setelah dipijat dan diberi ramuan ini insyaallah cepet pulih " perhatianku kearah nenek yang sedang memijat kakiku, sambil menahan rasa sakit yang hebat serasa ingin pingsan.
"ya, sudah... nenek perban dan tak kasi ramuan ini, besok nenek pijat lagi insyaallah cepet pulih, jangan di buat jalan dulu ya, nanti kalo mau makan biar nenek yang antar kesini"
"iya nek, makasi nek"
"sama-sama nduk, ya sudah langsung tidur saja pasti lelah baru perjalan jauh dari kota" ku sambut dengan senyum dan anggukan kepalaku. Ku baringkan tubuhkku sembari melihat nenek keluar dan menutup pintu kamarku. Tak menunggu waktu lama, rasanya sehabis dipijat memberi efek ngantuk yang begitu hebat, jadi cepat aku terlelap tau-tau udah pagi dan saat ku lihat samping-sampingku Devi dan Deva udah nggak ada, jendela juga sudah di buka. Penasaran aku mencoba berdiri berjalan ke arah jendela dan melihat aktifitas warga di kebun yang bisa kulihat dari jendela kamar. Ternyata Deva Devi ada di sana mereka melihatku dan melambaikan tangan. Aku sambut dengan lambaian tanganku juga.
"pengen jalan kesana?" suara yang membuatkku melonjak kaget dan langsung menoleh keblakang sambil memegang dadaku yang dedekan karna kaget. ternyata David yang sedari tadi di ambang pintu memperhatikanku entah sejak kapan.
"hah kamu ngagetin aja...eem... iya si tapi-" melihat kearah kakiku yang terbalut dengan perban, dan kembali ku lihat ke arah David yang tersenyum melihatku.
(((Sambung lagi di nmr 3 yaa....)))

Saya mengucapkan
Terimakasih anda sudah membaca post ini yg ber judul
"Novel Oryzaee Kun Fayakun Cinta".
-----------------------------------------------------------------------------
"Renungkanlah ...
Musibah dan kegagalan itu adalah cara tuhan mengingatkan manusia,bahwa,hanya DIA lah yg berkuasa atas segala keinginan dan kehendak."
Tetap semangat dan Salam Sukses.


share to:

No comments:

Post a Comment

Yusrian ARP

Musibah dan kegagalan adalah cara tuhan mengingatkan manusia bahwa hanya Dialah yg maha berkuasa atas segala keinginan dan segala kehendak

Read More

Kumpulan puisi Idris Wahid

Puisi-puisi Idris Wahid Sajak Para Malaikat Puisi yang belum selesai, kini membangunkan aku dari mimpi hidup, ia menemui malaikat Rahman ...

Foto Saya
My Photo
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS